GEPENG DI BANDA ACEH: Ada Gula Ada Semut

Oleh : Sulaiman Zuhdi Manik

31-Mar-2008, 13:28:21 WIB – [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia – Berdasarkan penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Aceh-Dinas Sosial NAD-ILO dan YAB Aceh (2006), di Banda Aceh dan sekitarnya kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan merupakan jumlah terbanyak (55 %), disusul anak yang bekerja di jalanan (32 %) dan anak jalanan yang hidup di jalan (14 %). Mereka umumnya bukan penduduk Banda Aceh, hanya 26 % berasal dari Banda Aceh, sisanya 74 % dari kabupaten/kota lain di NAD, seperti Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur maupun dari Aceh Selatan.

Terdapat beberapa praktek keterlibatan anak bekerja, berakibat anak putus sekolah atau sekolah tidak teratur (1) orang tua mengajak anak ikut bekerja di jalanan lalu anak ada berhenti sekolah saat itu juga atau beberapa waktu kemudian (2) orang tua menyuruh anak berhenti sekolah dan bekerja di jalanan dan (3) anak dalam level pemikiran dan keputusannya merasa bertanggungjawab terhadap keluarga sehingga pergi dari kampung dan bekerja di jalanan di Banda Aceh, uang yang diperoleh seluruhnya diserahkan kepada orang tua. Pada kasus seperti ini, anak masih sekolah, mereka permisi kepada guru beberapa hari atau minggu untuk tidak masuk sekolah. Continue reading

Dana BRA Rp450 M Cair Akhir Bulan

Banda Aceh | Harian Aceh
Pemerintah Pusat kemungkinan besar akan mencairkan dana Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA) senilai Rp450 miliar akhir bulan ini. “Itulah yang saya dengar. Semoga ini benar,” kata pejabat Dinas Sosial Aceh.
Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Provinsi Aceh, Bukhari kepada Harian Aceh, di ruang kerjanya, Senin (21/4) menyatakan dana bantuan untuk BRA yang akan dicairkan adalah sisa anggaran 2007 yang tidak habis. Pada anggaran 2007 BRA mendapatkan alokasi anggaran Rp700 milyar. Namun dicairkan secara angsur yakni tahap pertama Rp250 milyar dan sudah diserahkan ke BRA, sedangkan sisanya Rp450 milyar tidak disalurkan karena sudah masa tahun anggaran 31 Desember 2007 sudah berakhir. Continue reading

Wawancara dengan Rais Am PB NU KH M.A. Sahal Mahfudh

INDOPOS

Minggu, 17 Feb 2008,

Warga NU Tahu Pemimpin Baik seperti Apa
Musim pemilihan kepala daerah (pilkada) datang, kader Nahdlatul Ulama (NU) pun digadang-gadang. Kader NU memang laris manis dipinang partai politik untuk maju dalam pilkada.

Di Jawa Tengah, Ketua PW NU Muhammad Adnan menjadi calon wakil gubernur. Di Jawa Timur, yang merupakan basis warga nahdliyin, Ali Maschan Moesa, ketua PW NU Jawa Timur, diwacanakan masuk bursa pemilihan gubernur (pilgub) setempat. Masih ditambah kader NU lainnya, seperti Ali Mufiz (gubernur Jawa Tengah) yang kini menjadi calon gubernur Jawa Tengah, dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang ikut meramaikan Pilgub Jatim. Continue reading

Lebih Dekat dengan Bambang Widjojanto, Ketua Dewan Etik ICW

INDO POS 

Minggu, 27 Jan 2008,

Korupsi Bukan Hanya Urusan Pemerintah
Malang melintang di dunia aktivis, Bambang Widjojanto saat ini lebih berperan sebagai praktisi hukum dan konseptor gerakan antikorupsi. Di Konferensi Antikorupsi PBB 2008, dia dan aktivis LSM lainnya punya tujuan memasukkan gerakan civil society dalam agenda pemberantasan korupsi.
————

Momentum Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) tak boleh disia-siakan. Itulah yang ada di benak para aktivis gerakan antikorupsi, termasuk Bambang Widjojanto.

Langkah awalnya, sejumlah LSM mengadakan Anti Corruption Public Forum yang mengambil tema Combating Corruption in Democratic Transition di Sanur, Bali, sebagai forum pemanasan konferensi UNCAC. Selain itu, acara yang dilaksanakan di Hotel Sanur Paradise Plaza, Sanur, tersebut merupakan wahana pembelajaran bagi gerakan masyarakat sipil antikorupsi. Continue reading

Buya Hamka dan Palestina

Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo yang akrab dengan panggilan Buya Hamka, lahir 16 Februari 1908, di Ranah Minangkabau, desa kampung Molek, Sungai Batang, di tepian danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Buya Hamka yang bergelar Tuanku Syaikh, gelar pusaka yang diberikan ninik mamak dan Majelis Alim-Ulama negeri Sungai Batang – Tanjung Sani, 12 Rabi’ul Akhir 1386 H/ 31 Juli 1966 M, pernah mendapatkan anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar, 1958, Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974, dan gelar Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Buya Hamka adalah seorang ulama yang memiliki ‘izzah, tegas dalam aqidah dan toleran dalam masalah khilafiyah. Beliau sangat peduli terhadap urusan umat Islam, sehingga tidak mengherankan, di dalam dakwahnya, baik berupa tulisan maupun lisan, ceramah, pidato atau khutbah selalu menekankan tentang ukhuwah Islamiyah, menghindari perpacahan dan mengingatkan umat untuk peduli terhadap urusan kaum muslimin. Continue reading

KHUTBAH

 Intisari Khutbah Jum’at tanggal, 01 Februari 2008 M / 23 Muharram 1429 H )

Oleh : Prof.DR.H. Bambang Pranowo, MA

Hari ini adalah hari Jum’at enam hari wafatnya presiden ke dua Republik Indonesia H.Muhammad Soeharto. Tentu banyak komentar tentang beliau tetapi sebagai orang beriman kita tentu tidak boleh mengungkit-ungkit hal-hal yang negatif tentang beliau tetapi marilah kita kenang apa yang telah dilakukan oleh beliau yang jasanya sungguh sangat besar bagi perkembangan agama Islam di negeri ini. Kita harus merenungkan kembali tuntunan Rasulullah sebagaimana tercantum dalam shohih Bukhari dalam Kitabul Jana’is

 :لاَ تَشُبُّوْا اْلاَمْوَاتَ فَاِنَّهُمْ قَدْ اَفْضَوا اِلَى مَا قَدَّمُوْا

Janganlah kamu mencerca orang-orang yang sudah meninggal karena sungguh mereka itu telah sampai kepada tujuan mereka” (HR.Bukhari). Sejalan dengan hadits ini, itu kita akan mengenang jasa-jasa beliau yang terkait dengan kehidupan beragama di negeri ini. Barangkali kita masih ingat masa-masa sebelum tahun 1965 ketika itu partai komunis sangat jaya, ketika  itu bangsa kita terkotak-kotak karena memang pada waktu itu konon Pancasila itu bisa diperas menjadi Tri Sila (tiga sila) dan tiga sila itupun bisa diperas lagi menjadi NASAKOM, Nas : Nasionalis, A : Agama, Kom : Komunis. Memang pelaksanaan dari NASAKOM ini menimbulkan dampak yang luar biasa tujuannya adalah untuk menyatukan seluruh elemen bangsa tetapi dalam praktek yang terjadi adalah terpecah-pecah bangsa kita apalagi umat Islam. Nasionalis yang pada waktu itu hanya semangat nasionalis milik partai nasionalis terutama PNI, agama seolah-olah hanyalah milik partai Islam khususnya Nahdatul Ulama, komunis adalah PKI. Karena golongan agama identik dengan partai Islam maka seolah-oleh mereka yang mendukung partai nasionalis bukanlah orang Islam apalagi mereka yang komunis. Umat Islam yang konon 90 % dalam prakteknya kemudian terpecah belah dengan nasionalis dan komunis tadi, apalagi yang terjadi pada tahun 1965 adalah makin merajalelanya kaum komunis yang memang dasarnya adalah anti agama.          Continue reading

PAK HARTO ISLAM DAN INDONESIA

Salahuddin Wahid
Pengasuh Pesantren Tebuireng

Kita berduka atas wafatnya Pak Harto. Kita sebagai manusia perlu memaafkan beliau dan mendoakan agar beliau khusnul khotimah. Tidak bisa dibantah bahwa beliau adalah tokoh besar bangsa yang penuh kontroversi. Menurut kamus Inggris-Indonesia John Echols dan Hassan Shadily, controversy adalah perdebatan, percekcokan. Artinya keberadaan, eksistensi, atau pengakuan terhadap Pak Harto sebagai salah satu presiden terbaik RI juga masih diperdebatkan.

Hubungan Pak Harto dengan umat Islam juga penuh kontroversi. Kita tentu ingat bahwa saat Pak Harto menunjukkan perubahan sikap terhadap umat Islam, dari yang terkesan memusuhi –paling minimal tidak bersahabat– menjadi akomodatif, cukup banyak yang berpendapat bahwa perubahan itu bersifat amat politis, karena Pak Harto membutuhkan dukungan umat Islam karena TNI terutama AD sudah mengurangi dukungannya. Apakah benar demikian? Continue reading

Pemimpin Besar

Pemimpin besar senantiasa berani mengambil keputusan dan mengambil risiko apa pun yang ditimbulkan dari keputusannya tersebut.

DALAM perspektif religius, tidak baik kita membicarakan keburukan orang yang baru saja meninggal dunia. Tak terkecuali membicarakan mantan Presiden RI H.M. Soeharto. Sebab, dengan kematian, seseorang dengan sendirinya berhadapan dengan pengadilan sejati, yang terbebas dari rekayasa. Bahkan, setiap anggota tubuh satu persatu memberikan kesaksian dalam keadaan mulut terkunci. Lebih bijaksana jika kita mencari nilai di balik kematian seseorang yang dapat dijadikan pelajaran bagi setiap orang, termasuk bagi kebaikan masa depan bangsa Indonesia.

Salah satu yang pantas menjadi harga tertinggi dari Pak Harto adalah beliau pemimpin besar. Pemimpin belum tentu steril dari salah dan keburukan. Namun, pemimpin besar senantiasa berani mengambil keputusan dan mengambil risiko apa pun yang ditimbulkan dari keputusannya tersebut. Pemimpin besar tidak maju-mundur, apalagi mencla-mencle, sore mengatakan kedelai, pagi berubah menjadi tempe. Continue reading

Keating mengenai Suharto

Mantan Perdana Menteri Australia, Paul Keating, adalah salah satu dari hanya sedikit tokoh politis Australia yang menghadiri upacara pemakaman Soeharto. Dalam artikel berujudul  ‘The nation builder sini’ di the Sydny Morning Herlard 2 Februari 2008, dia memberi penilaian sbb.
“Soeharto membawa bangsa sebanyak 120 juta orang, tertimpa oleh kekecauan politis dan kemiskinan, dari keadaan nyaris terpecah-pecah sampai menjadi bangsa sekarang yang tertib, teratur dan makmur.”
Citra buruknya di Australia karena “Balibo Five”, yakni lima wartawan Australia yang tertembak mati di Timor Timur ketika meliputi masukya tentara Indonesia untuk mengambil alih negeri itu. Keating membela aksi itu karena warna komunis Fretilin. (Keating tidak menyinggung tingkah laku tentara di Timor Timur sesudahnya.)
Keating menonjolkan sifat nasionalis Soeharto, yaitu bahwa dia membangun negara yang bukan negara Islam, dan juga stabilitas Indonesia sampai sekarang. Jelas, Indonesia yang kacau akan menjadi masalah besar untuk Australia.
Dia menyangkal kalau Soeharto menjadi super-kaya karena korupsi dengan menunjukkan bahwa rumah Soeharto biasa saja. Dia menganggap bahwa keluarganya yang bandel dalam hal ini.
Kelemahan Soeharto digambarkan Keating begini: “Yang terbesar adalah menilai kurang hakikat masyarakat yang dia bangun. Sementara pemeliharaan ekonomisnya bermuara pada kemandirian pakan, pendidikan, kesehatan dan berkurangnya tingkat kematian bayi, perubahan-perubahan itu bermuara pada kelas menengah dengan meningkatnya pendapatan. Soeharto semestinya membiarkan perwakilan rakyat bertumbuh dengan bertumbuhnya pendapatan. Tetapi dia kurang percaya terhadap kaum politis. Dia menganggap bahwa mereka tidak akan mengutamakan kepentingan nasional, tidak memiliki kompetensi administratif dan bersifat sangat ragu-ragu, bahkan korup. Hal itu dia sampaikan kepada saya berulang kali. Dia tidak mau melepaskan kendali. Sebagian karena dia tidak mau kehilangannya, sebagian karena dia tidak memiliki orang untuk menerimanya.”

H.M. Soeharto: Nyatanya, Saya Tidak Korupsi

Matahari belum sepenggalah ketika H.M. Soeharto berjemur di pekarangan rumahnya di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan Ramadan lalu. Di pagi cerah itu, Pak Harto, 86 tahun, menghangatkan tubuhnya dengan duduk menyandar di kursi taman. Usai bermandi cahaya matahari, ia kemudian berjalan ke ruang keluarga.

Langkahnya tertatih-tatih. Tak sampai 10 meter berjalan, Pak Harto sudah tampak kelelahan. Napasnya tersengal. Tubuhnya pun tampak terhuyung, tapi dengan cepat dipegang oleh pengawalnya ketika mengulurkan tangan untuk menyalami tim Gatra yang datang. Toh, ia menyebut kesehatannya tidak ada masalah. “Saya baik-baik saja,” katanya seraya melempar senyumnya yang khas.

Namun tampaknya dua kali serangan stroke, ditambah usianya yang semakin lanjut, membuat kondisinya jauh menurun. Tangannya tak berfungsi normal. Bahkan, pada saat akan duduk di kursi, Pak Harto harus sering dibantu pengawal setianya, Letkol (purnawirawan) I Gusti Nyoman Sweden, 61 tahun.
Continue reading