Hj. Shilla Angelina

 

 


Gubernur LIRA DKI Jakarta

 

Eksistensi LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) di Jakarta semakin nampak dengan bergabungnya salah seorang tokoh perempuan Hj. Shilla Angelina sebagai Gubernur LIRA DKI Jakarta.

Aktivis perempuan ini terpanggil menjadi pucuk pimpinan LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) untuk membantu pemerintah DKI Jakarta, membangkitkan  partisipasi publik (rakyat) mendorong transparansi dan akuntabilitas kemandirian masyarakat, pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa.

Bu Shilla yakin bersama LIRA tugas berat itu berhasil dilakukannya.

Shilla yang lahir di Jakarta 23 Juli 1956 biasa disapa Bu Shilla. Ia dikenal sebagai aktivis di sejumlah organisasi sosial, politik. Kehidupan yang dimulai dengan penuh kedisiplinan membuat dia memiliki jiwa  yang kuat dalam menyelesaikan persoalan yang muncul di masyarakat.

Tokoh gender yang satu ini, tergolong awet muda dan energik, meskipun telah dikaruniai putera dan puteri. Kepiawaiannya dalam bertutur kata adalah ciri khas sosok ibu yang kini menduduki jabatan sebagai Gubernur LIRA di DKI Jakarta.

Sejak remaja, ketika masih duduk di bangku kelas dua sekolah lanjutan pertama (SMP) tahun 1966-1969, Shilla sangat menyukai kegiatan yang berhubungan dengan organisasi politik. Ini dibuktikan dengan adanya kepercayaan yang diberikan oleh Ade Priatna, seniornya yang sekarang menjadi Ketua DPRD DKI Jakarta. Shilla ditunjuk sebagai Ketua Brigade Ade Irma Suryani Nasution, di bawah naungan organisasi bernama PASKO (Pasar Baru Kota), dengan prioritas dalam kegiatannya adalah, membentengi berkembangnya Komunis di Indonesiua masa itu. ”Terjun ke dunia politik bagi saya  adalah merupakan bagian dari pada hidup yang tidak bisa dipisahkan,” katanya.

Karir politiknya semakin melaju. Tahun 1998 hingga sekarang, dia bergabung dengan Forum Komunikasi Persatuan Nusantara (FKPN), tempat berkumpulnya para aktivis partai. Adapun yang diperjuangkannya dalam organisasi tersebut adalah, bersama-sama dengan para jajaran di FKPN, menampung aspirasi dengan fokus pada peningkatan kualitas SDM masyarakat agar lebih dewasa dan bermoral dalam berpolitik.

Masa kecil hingga remaja dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan kedisplinan. ”Maklum ayah saya kan seorang militer,” tandasnya.

Ayahnya adalah orang terdekat yang hampir setiap hari berdiskusi dengannya. ”Tak bosan-bosannya, ayah berceloteh, kalau ibu itu orangnya supel, murah senyum, dan sangat berwibawa” katanya.

Ketika di tanya di seputar, aktivitas serta programnya menyangkut segala kebijakan di seputar LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), yang dipimpinnya, “Kami bersama dengan jajaran sedang menyusun beberapa program,  dengan fokus pada kepentingan  masyarakat DKI Jakarta,” ujarnya.

Hal senada juga ditambahkan oleh Bayu yang juga menjabat Wagub LIRA DKI, ”Saya menghimbau kepada para pemimpin dan elit politik, agar memberi contoh yang baik kepada masyarakat dalam berpolitik, jangan hanya memperdebatkan kursi kekuasaan saja.”

 

Memberdayakan Perempuan.

Membicarakan perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan kaum perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan, menurut Shilla  disebabkan beberapa faktor.

Pertama ketimpangan yang disebabkan adanya pemahaman nilai-nilai sosial budaya yang salah hingga, menempatkan kaum perempuan atau laki-laki dalam kedudukan dan perannya tidak setara dalam proses pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga maupun di tingkat publik atau lingkungan masyarakat. Hal ini seakan membakukan kegiatan yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh perempuan dengan kata lain, semacam ada norma yang berlaku di masyarakat yang merugikan dan membatasi ruang gerak perempuan. Akibatnya perempan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki dalam mengembangkan dirinya, baik melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah, sehingga tingkat pendidikan perempuan pada umumnya lebih rendah. Keadaan tersebut dampaknya luar biasa terhadap kondisi kaum perempuan di pasar kerja.

Kedua, faktor kemiskinan, inipun mempunyai korelasi yang sangat erat dengan rendahnya tingkat pendidikan kaum perempuan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi, karena secara umum masyarakat, terutama mereka yang ada di pinggiran perkotaan, tidak mendukung perempuan untuk mengikuti pendidikan setingi-tingginya, terlebih saat ini perkawinan usia muda telah menjadi fenomena sosial yang banyak ditemukan.

 

Terus Tertinggal

Dengan demikian kondisi masyarakat Indonesia, khususnya di pinggiran perkotaan secara umum masih tertinggal dari kaum laki-laki dan belum mitra sejajar dengan kaum laki-laki.

Hal ini tercermin pada sedikitnya kaum perempuan menempati posisi penting dalam pemerintahan. Padahal berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik laki-laki maupun perempuan, namun kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan masih belum mampu  memperkecil kesenjangan.

”Saya menghimbau pada Pemerintah DKI Jakarta   kepemimpinan Fauzi Bowo, marilah bersama-sama kita perangi segala bentuk penyelewengan dalam penggunaan uang rakyat termasuk ketertindasan kaum perempuan, khususnya di DKI Jakarta,” tandasnya (TG)